BelajarIPA.net – Sejarah dan Makna Hari Pendidikan Nasional menjadi topik pembahasan kita saat ini. Pertanyaan yang muncul pertama dibenak kita ialah kapan hari pendidikan nasional 2018 ? atau hardiknas tanggal berapa sih ? Nah, hari pendidikan nasional jatuh pada tanggal 2 Mei 2018. Sebagai putra/putri bangsa, tahukah anda makna dan sejarah hardiknas 2018 ? Saya sih belum hehehe, untuk itu mari kita belajar tentang sejarah hari pendidikan nasional. Jika kita membicarakan mengenai hari pendidikan nasional, maka hal pertama yang harus kita ingat ialah sosok putra terbaik bangsa, yaitu Ki Hajar Dewantara.
Daftar Isi Artikel
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara – Bapak Pendidikan Indonesia
Nama lengkap dahulu dari Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro. Beliau lahir di Yogyakarta 2 Mei 1889. Tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara dijadikan hari peringatan hari pendidikan nasional selain itu, ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959) (Anonim, 2016a).
Ki Hajar Dewantara adalah seorang yang terdidik terdidik, terbukti bahwa Ki Hajar Dewantara menikmati bangku pendidikan dimasa mudanya. Ia adalah lulusan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), Setelah lulus dari ELS kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.
Karier Ki Hadjar Dewantara di Bumi Pertiwi
Ki Hajar Dewantara adalah wartawan yang handal dimasanya. Dia adalah sosok yang selalui mengkritik terhadap pemerintahan kolonial yang hanya mengizinkan putra/i kolonial dan kalangan bangsawan yang hanya bisa menikmati bangku pendidikan. Kritikan pedas yang pernah dilakukan beliau adalah ketika pemerintah yang berkuasa pada waktu itu yaitu Hindia Belanda memiliki niat untuk mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913. Berikut ini adalah kritikan Ki Hajar Dewantara terhadap pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu yang dikutip dari wikipedia.org (Anonim, 2016a)
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh siinlandermemberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”.
Karena kiritikan tersebut, pemerintah Hidia Belanda marah dan mengasingkan dia ke pulau Bangka. Teman-teman seperjuangannya pun tidak tinggal diam, mereka mengkritik kebijakan tersebut dan akhirnya teman-temannya yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketika kita mengingat nama ketiga tokoh tersebut, maka kita akan mengingat tentang tiga serangkai. Ketiga tokoh inilah yang dikenal sebutan Tiga Serangkai.
Sejarah Taman Siswa di Yogyakarta
Setelah kembali dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara mendirikan Sekolah Taman Siswa pada tanggal 3 Juli tahun 1922 DI Yogyakarta. Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka. Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa) dikutip dari wikipedia.org (Anonim, 2016b) sebagai berikut:
- ing ngarsa sung tulada (“(yang) di depan memberi teladan”),
- ing madya mangun karsa (“(yang) di tengah membangun kemauan/inisiatif”),
- tut wuri handayani (“dari belakang mendukung”).
Patrap Triloka dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Makna Hari Pendidikan Nasional
Ki Hadjar Dewantara merupakan rujukkan bangsa dalam mewujudkan peradaban bangsa melalui pendidikan karakter. Bapak pendidikan bangsa Indonesia ini telah merintis tentang konsep tri pusat pendidikan yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan masyarakat ( Wardani, 2010).
Tri Pusat Pendidikan Menurut Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Berdasarkan hal diatas, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan sistem Tri Pusat Pendidikan, yakni sekolah, keluarga dan masyarakat. Tiga hal ini harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan. Hal ini dikarenakan Sistem pendidikan tidak ditempatkan dilingkungan sekolah saja, akan tetapi ada keikutsertaan keluarga dan masyarakat ikut berkontribusi dalam suksesnya pendidikan seseorang tersebut. Pendidikan dewasa ini, tidak hanya diserahkan pada guru di lingkungan sekolah namun mendapatkan perhatian orang tua dan masyarakat. Hal ini disebabkan, pendidikan yang diterima siswa dala lingkungan sekolah, memiliki keterbatasan dalam soal waktu, sehingga terbatas pula waktu bagi para siswa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan guru. Oleh sebab itu, peran keluarga dan masyarakat diperlukan dalam mensukseskan pendidikan itu sendiri.
Wardani (2010) menyatakan bahwa arti pendidikan menurut Ki Hadjar mengartikan pendidikan sebagai daya upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup
dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang merupakan falsafah peninggalan Ki Hadjar Dewantara yakni tringa yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni.
Ki Hadjar mengingatkan melalui tringa, bahwa terhadap pendidikan yang sudah kita terima, cita-cita yang kita anut memerlukan pengertian dan kesadaran dalam melaksanakannya. Artinya mengetahu dan mengerti sesuatu itu baik namun tidak cukup sampai disitu, namun kita harus merasakan, menyadari dan melaksanakannya itulah warisan dari seorang bapak pendidikan bangsa ini.
Kesimpulan
Dengan mengenang, mempelajari, dan memperingati tanggal pendidikan nasional atau tanggal 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional, kita mengenang sejarah dan makna hari pendidikan nasioanal dari perjuangan dan filsafah yang ditinggalkan oleh Ki Hajar Dewantara. Falsafah luhur ini tidak hanya menjadi slogan dan simbol namun seharusnya dipraktekan dalam sistem pendidikan Indonesia. Bahwa pendidikan di negari ini bukan hanya tanggung jawab Guru, namun keluarga dan lingkungan juga dapat berkontribusi. Sebagi guru, kita harus memperbaiki diri karena kitalah model yang dapat ditiru oleh anak didik kita. Sebagai anggota keluarga dan masyarakat, dukunglah bapak/ibu guru dalam mendidik putra/i bangsa ini. Ayo kita rubah diri ini untuk pendidikan lebih baik. Semangat belajar dan jangan lupa mengkampanyekan semangat belajar sains dengan slogan Belajar IPA.
Sekian artikel hari pendidikan nasional yang admin bawakan mengenai sejarah dan makna yang harus kita cermati. Adapun bahasan mengenai berita tentang pendidikan, dunia pendidikan, pendidikan anak, atau pidato pendidikan akan admin bahas di lain kesempatan yah.
Sumber Rujukan
- Anonim. (2017a). Ki hajar dewantara. [Online] Tersedia di https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara diakses pada 29 April 2018
- Anonim. (2017b). Sekolah taman siswa. [Online] Tersedia di https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Taman_Siswa diakses pada 29 April 2018
- Wardani, K. (2010).Peran guru dalam pendidikan karakter menurut konsep pendidikan Ki hadjar dewantara. Makalah pada Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI